
Pada hari yang ditetapkan, siang hari kami seluruh bersiap-siap di kampus tercinta, kemudian langsung diberangkatkan dengan memakai sebagian truk bak terbuka. Sesudah mencapai perjalanan lebih kurang tiga hingga empat jam, diakibatkan ada salah satu truk yang salah jalan sehingga seluruh truk lain semestinya membisu menunggu sebentar di suatu daerah, walhasil kami tiba di daerah tujuan kami. Hari telah mulai gelap. Kulihat sekeliling kami. Uh, mengerikan juga. Suasana sunyi dan gelap, maklum di tempat pegunungan yang tak terlalu banyak penduduknya. Yang terdengar cuma bunyi mesin diesel truk yang cukup bising. Akibatnya dengan konvoi truk satu persatu, kau menuju daerah terbuka sebagai daerah parkir truk-truk yang kami tumpangi hal yang demikian. Telah hingga?, Belum! Kami masih semestinya berjalan kaki lagi sebagian jauh lewat jalan setapak untuk menempuh daerah di mana kami akan mendirikan kemah-kemah kami.
Jam telah menampilkan pukul tujuh malam dikala kami menjelang zona perkemahan. Wah! Rupanya zona perkemahan telah diterangi oleh sebagian lampu sorot yang cukup besar energinya, yang telah disiapkan oleh regu panitia yang sudah mendahului kami ke sana satu hari sebelumnya. Mereka juga sudah mendirikan dua buah MCK darurat. Satu khusus cewek dan satu khusus cowok. Dengan tubuh sedikit letih pengaruh perjalanan yang cukup jauh, kami bahkan mendirikan kemah masing-masing dengan pengarahan sebagian orang panitia. Satu kemah diisi oleh satu grup yang terdiri dari empat hingga lima orang. Cewek dan cowok pisah kemah. Katanya sih, takut terjadi hal-hal yang tak diharapkan! Aku memang naas, grup aku semuanya terdiri dari si kecil-si kecil yang belum aku ketahui. Aku memang orangnya pemalu dan agak pengecut, sehingga kurang kencang dalam bergaul. Sesudah makan malam dan sedikit waktu rehat, diadakan briefing mengenai jadwal kesibukan Jambaksos di hari-hari selanjutnya. Briefing inilah satu-satunya acara yang diadakan pada hari pertama itu.
Tengah meniru briefing, tiba-tiba aku merasa berkeinginan pipis. Aku ragu-ragu untuk turun ke MCK yang didirikan di tepi sungai yang mengalir dekat perkemahan kami. Aku yang memang dasar pengecut, urung ke MCK hal yang demikian. Habis jalan ke sana cukup jauh lagipula gelap sekali. Sementara untuk minta dampingan salah seorang panitia malu rasanya. Akibatnya aku putuskan pergi ke balik semak yang sekelilingnya sepi dan agak tersembunyi serta agak jauh dari kerumunan orang-orang yang sedang meniru briefing.
Ah.., Lega rasanya sesudah aku mengeluarkan segala isi kantung kemih aku. Mungkin sekiranya ditampung di botol, separo liter ada. Aku memang membendung pipis dari waktu masih di tempat Bogor dikala perjalanan menuju kemari. Apalagi disupport oleh dinginnya udara pegunungan di sini hingga ke sumsum tulang.
“Hi hi hi hi.., Hei, ngapain kau di situ?!” Kelihatan dua orang panitia datang ke arah aku sambil cengengesan. Aku mengetahui mereka, yang satu namanya Lina (bukan nama hakekatnya), yang rambutnya sepundaknya sedikit kecoklatan, meski yang rambutnya hitam pekat dipotong pendek merupakan Rita (juga bukan nama hakekatnya). Kedua-duanya tinggi tubuhnya hampir sama. Sama-sama indah dan sama-sama sensual. Payudara merekapun termasuk berukuran besar dan membulat, dengan milik Rita sedikit lebih besar daripada milik Lina. Ini tampak dari balik kaus oblong cukup ketat yang mereka kenakan. Mereka berdua merupakan member seksi P3K.
“Aku.., aku lagi membuang air, Kak”, jawab aku dengan takut-takut. Namun Lina dan Rita bahkan mendekati dan melompat turun ke daerah persembunyian aku yang lokasinya sedikit di bawah areal perkemahan itu.
“Mengapa kau pipis di sini, hah?, Bukannya kita telah punya MCK sendiri di sana?”, tanya Lina.
“Habis, aku takut, Kak.” Aku masukkan penis aku dan aku naikkan kait retsleting celana aku. Lina dan Rita mengakak memperhatikan tindakan aku.
“Eit! Ini garasi jangan ditutup dahulu”, kata Rita sambil meremas selangkangan aku. Ouch! Kemudian tangannya membuka kembali retsleting yang sempat aku tutup.
“Wow! Ta, lihat, doi nggak pake celana dalam!”, Aku memang jarang mengenakan celana dalam apabila pergi ke mana-mana.
“Mana, Lin? Gue berkeinginan lihat”, sahut Rita mendekati selangkangan aku. Rita memberi daerah terhadap Lina. Lina memasukkan tangan kanannya ke dalam celah retsleiting aku. Ia mengelus-ngelus senjata aku dengan tangannya yang hangat, membikin aku mulai menggelinjang membendung sedap.
“Ta, doi belum disunat! Kau pernah main sama penis yang belum disunat?”, Lina mengeluarkan penis aku dari dalam sangkarnya. Rita cuma mengangkat bahunya saja.
“Eh, Oom Bergembira. Ini sanksi kau sebab telah membuang air sembarangan! Kini kau membisu aja yah!”, kata Lina sedikit melotot.

“Lin! Bagi dong gue! Jangan kau habisin sendiri!”, Rita tak berkeinginan keok. Dia menuntun tangannya ke belakang pinggang aku, lalu dipelorotkannya celana panjang aku ke bawah sehingga menonjolkan penis aku yang kelihatan telah siap tempur. Dinginnya udara malam yang menikam kulit paha aku yang telanjang tak terasa, terhapus oleh kenikmatan yang sedang aku natural di selangkangan aku. Kemudian Rita mendekatkan bibirnya yang ranum dengan sapuan lipstik tipis ke penis aku. Lalu dengan lahapnya mereka berdua merajai penis aku dengan kuluman dan jilatan lidah mereka yang bertubi-tubi, membikin tubuh aku seperti tersentak-sentak menikmati kenikmatan yang duhai ini.
“aah.., Kak.., aku telah berkeinginan keluar..”, kata aku mendesah-desah. Namun Lina dan Rita tak mempedulikannya. Mereka masih asyik menjelajahi segala permukaan selangkangan aku dengan mulut dan lidah mereka yang seperti ular. Akibatnya dengan dua-tiga kali kedutan, aku memuntahkan segala cairan kental isi penis aku ke wajah Lina.
“Ma.. Maaf, Kak. Aku nggak sengaja.” Lina bukannya naik darah tapi bahkan tersenyum bersuka ria. Dijilatinya air mani aku yang ada di wajahnya.
Mengenal bahwa dirinya tak kebagian cairan sedap aku, Rita menjulur-julurkan lidahnya ke arah wajah Lina. Dia ikut serta menjilat-jilati wajah Lina seperti minta komponen. Lina tampaknya mengalah. Tiba-tiba bibirnya yang merah merekah mengecup bibir Rita. Dan Rita bahkan membalasnya. Sementara tangannya mulai meremas-remas dua tonjolan bulat yang ada di dada Lina.
“Ah.. Rit.. Terusin.. Ah..” Persetujuan Lina ini membikin Rita melanjutkan kegiatannya. Dia melepaskan kaus oblong yang dikenakan Lina. Kemudian tangan kirinya diselipkan ke balik BH Lina yang berwarna putih. Diremas-remasnya payudara mulus Lina yang bulat membusung. Setelah itu tangannya beralih ke punggung Lina. Dibukanya pengikat BH Lina. Dan tidak terhalangi lagi payudara Lina yang cantik seperti buah mangga harumanis yang ranum, dengan puting susunya yang tinggi melambung menggemaskan dikeliling oleh lingkaran kemerahan yang cukup lebar. Tanpa berkeinginan melepaskan kans emas ini, mulut Rita lantas menggilas puting susu Lina yang mulai menegang. Dengan lidahnya yang menjulur-julur seperti ular, dijilatinya ujung puting susu yang menggairahkan itu. Sekali-sekali disedotnya puting susu itu, membikin mata Lina mendelik kenikmatan.
Memandang tindakan kedua senior aku itu, tidak aku sadari, penis aku yang tadi telah loyo bangkit kembali dan kian mengeras.
Sekonyong-konyong Lina melepaskan diri dari jamahan Rita. Dia memandangi sahabatnya dengan wajah seperti memohon. Rita bahkan memahami apa maksud Lina. Dia menanggalkan seluruh baju yang dikenakannya, lalu merebahkan tubuh bugilnya yang mulus di rumput dengan beralaskan baju yang sudah dilepasnya tadi. Mulut Lina lantas menyergap payudara Rita yang berukuran besar laksana buah pepaya bangkok tetapi kelihatan kenyal dan pesat. Lidahnya menjelajahi tiap-tiap inci komponen payudara sahabatnya yang memang cantik dan membusung itu, termasuk celah-celah yang membelah kedua bukit kembar dengan ujungnya yang mencuat tinggi itu.
Dengan terampil Lina menggesek-gesekkan ujung lidahnya yang berair ke ujung puting susu Rita yang tinggi dan keras, membikin Rita menggerinjal keras sementara mulutnya mendesis-desis bak ular yang siap menerkam mangsanya. Sementara tangan kirinya menyusuri selangkangan Rita. Dia mempermainkan clitoris memerah yang ada di bibir Miss V Rita. Diusap-usapnya daging kecil pembawa sedap itu dengan halusnya dengan jari tengahnya. Diimbangi dengan gerakan naik-turun bokong Rita yang bahenol itu. Kemudian dengan sekali gerakan, Lina menyodokkan jari telunjuk, jari tengah, dan jari manisnya sekalian ke dalam Miss V Rita, membikin tubuh sahabatnya ini terhentak keras ke atas. Rita kelihatan memejamkan matanya menikmati kenikmatan yang tak dapat ditandingi oleh apa saja di dunia ini dikala Lina memainkan ketiga jarinya itu masuk-keluar Miss V Rita, makin lama makin kencang.
Menyaksikan panorama yang cantik ini, insting kelaki-lakian aku mendukung aku menghampiri kedua cewek yang tengah dilanda nafsu daya seksualitas itu. Dengan sedikit rasa takut dan ragu-ragu, aku pegang pinggang Lina. Sesudah menyadari tak adanya penolakan, membikin rasa keberanian aku muncul, ditambah oleh rasa aneh di selangkangan aku yang telah meminta untuk dilampiaskan. Aku membuka retsleting celana panjang Lina kemudian aku turunkan celana panjang itu berikut celana dalam yang digunakannya hingga sebatas mata kaki. Segera itu juga tercium wangi-wangian khas nan segar dari selangkangan Lina yang terpampang bebas. Tanpa menunda-nunda lagi, aku langsung menghunjamkan penis aku ke dalam Miss V Lina dengan keras dari belakang, membikin cewek itu menjerit kecil, “Ouuhh..

“uuh.., Kak.., Aku telah berkeinginan keluar.., Berkeinginan.., di dalam.., atau.., di luar..?”, Aku menikmati telah tak kapabel lagi membendung gejolak yang ada di burun aku.
“hh.., Di dalam aja.., Ouhh..”, jawab Lina sambil terus menggerinjal. Akibatnya permainan kita berakhir telah, diakhiri dengan ditembakkannya lagi cairan-cairan kental berwarna putih dari penis aku ke dalam Miss V Lina. Aku dengan penis masih berada di dalam Miss V Lina terkulai lemas di samping tubuh cewek itu yang dengan lemas masih menindih tubuh Rita yang kelihatannya kurang puas.
“Kau masih punya hutang lho sama gue”, kata Rita mengingatkan aku. Aku tak menjawab, cuma mengangguk saja.
Lima menit lamanya kami terdiam. Sesudah itu kami bangkit dan membereskan baju kami kembali, berbarengan dengan berakhirnya acara briefing malam itu. Dengan mengendap-endap sesudah menengok ke sekeliling khususnya dulu kami bertiga keluar dari daerah persembunyian kami, kemudian dengan perasaan sepertinya tak pernah terjadi apa-apa, kami kembali ke kemah kami masing-masing untuk bergabung dengan sahabat-sahabat lainnya.
“Eh, kau tadi ngapain bertiga sama Kak Rita dan Kak Lina?”, tanya salah seorang sahabat aku satu kemah. Aku cuma tersenyum penuh arti.









Tidak ada komentar:
Posting Komentar